Mewi,
adik indah sedang menari-nari di depan ibu sambil mengenakan sepatu barunya.
Sepatu baru itu pemberian kak eric, seorang Penyuluh Pertanian Lapang, yang
juga mengajar bidang study Muatan Lokal Pertanian dan Bahasa Inggris di sekolahnya.
Bukan saja Mewi yang mendapat sepasang sepatu baru, tetapi masih ada 22 anak
lainnya mendapatkan masing-masing sepasang sepatu baru pula.
Indah melirik sepasang sepatunya
yang sudah tua, sepatu berbahan plastik datar dengan sedikit robekan di bagian
belakangnya, di letakkan berdampingan dengan sepatu tua milik Mewi-disudut
ruangan. Jika kak Eric melihat sepatuku itu, pastilah dia akan memberikan juga
padaku sepasang sepatu baru, bisiknya dalam hati. Atau dia memberanikan diri
saja untuk memintanya langsung pada kak Eric, oo tidak... itu bukan
kebiasaannya untuk meminta-minta, indah menggelengkan kepalanya.
Siang itu sangat panas, indah
bersama teman seperjalanannya-sandra, sedang berjalan beriringan pulang ke rumahnya.
Kedua gadis cilik ini berbagi segelas minuman yang telah di bekukan seharga
lima ratus perak. Indah menengadah, membuka mulutnya untuk sekedar mencoba
meneguk sedikit tetesan minuman dari gelas yang dipegang oleh sandra.
Sepertinya segelas minuman itu punya si sandra. Tanpa mereka sadari, seorang
wanita muda memperhatikan mereka dari kejauhan.
“hei.. indah. Ayo mampir dulu!” sapa
seseorang dari arah warung, indah berbalik, ternyata kak Eric. “Saya mau minta
kamu menolong saya sebentar?” pinta kak Eric. Indah dan sandra menghentikan
perjalanannya lalu ikut duduk di atas balai-balai di warung itu.
Kak
eric menyodorkan roti goreng, tetapi kedua anak itu saling pandang dan
menggeleng kepalanya, “terimakasih kak!” kata indah mewakili. “Ayo
jangan malu-malu, makan mi. Nanti pi saya yang bayar.” Kembali kak Eric
menawarkan. Mendengar kata ‘nanti pi saya
yang bayar’, kedua bocah ini sangat girang lalu mengambil roti goreng dan
memakannya. Kebetulan pada saat itu perut mereka sedari tadi sedang menyanyikan
lagu keroncong, meminta untuk segera diisi. “begini indah, saya sudah mempunyai
data anak-anak dusun Alapan yang ber
sekolah di sekolah jarak jauh. Sekarang saya ingin mengambil data anak-anak
dusun Alapan yang bersekolah di SD induk. makanya itu saya perlu bantuan kamu.
Siapa-siapa saja kah yang bersekolah
di SD induk?” tanya kak Eric.
Disela
menikmati makanannya, indah menjawab dengan dialek setempat,” Dikelas lima ada
Sambo, Andi, Andreas, Wahyudi, Yuyun dan si sandra ini. Sedang di kelas enam cuma
ada ji Andri dan saya.” Setelah menghabiskan kuenya, kak eric meminta
ibu pemilik warung membungkuskan 4 potong roti goreng untuk indah. Dengan kaki
berdebu tak berkaos kaki, dengan berjalan kaki, kedua gadis itu kembali
melanjutkan perjalanannya delapan
kilometer lagi untuk mencapai rumah mereka.
Setiap
hari indah bersama teman-temannya harus menempuh perjalanan sejauh 6 hingga 10
kilometer untuk bisa bersekolah. Tak ada becak, ojek atau bis yang membawa
anak-anak pedalaman seperti indah kesekolah. Karena jalan-jalan penghubung
dusun sangat jelek dan masih dalam tahap perintisan jalan. Walau begitu indah
dan teman-temannya tetap bersemangat, meskipun kaki-kaki mereka sering kali
lecet karena menempuh perjalanan yang sangat jauh itu. Tetapi semangat mereka
patut di contoh, walaupun kita mempunyai banyak keterbatasan namun tidak membatasi
mereka untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Dua
minggu berlalu, sepulang sekolah, saat indah hampir dekat dengan rumahnya.
Disela nafasnya yang ngos-ngosan karena menanjaki lereng gunung Alapa. Indah
melihat Mewi berlari menyambutnya sambil berteriak-teriak.
“Kakak
Indah, ada titipan dari kak Eric buatmu!!!”
“apa
mi itu??” tanya indah penasaran.
“kayaknya
sepatu, tetapi masih dibungkus dalam dos. Ayo kita buka sama-sama?” bergegas mewi dan indah berlarian menuju
rumah. Lalu indah melihat bungkusan itu tergeletak diatas meja. Dengan tak
sabar, indah membuka bungkusan itu dan mendapati sepasang sepatu kets baru
didalamnya, indah sangat senang sekali. Lalu mata indah melihat ada sebuah
pesan di balik kardus sepatu itu, dan membacanya :
Yang
rajin kesekolah ya indah
Fighting
!!!
Indah
langsung mencoba sepatu barunya, lalu berputar-putar dan menari-nari. Dia
sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan karena telah mengirim orang
yang baik hati kepadanya. Seorang Penyuluh pertanian lapang (PPL) tetapi peduli akan peningkatan mutu pendidikan
anak-anak Bangsa yang berada di pedalaman.
Lalu
indah pun berkata dengan nyaring, “ good bye kaki lecet!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar