Jumat, 01 April 2016

SEPATU BARU UNTUK INDAH



     Mewi, adik indah sedang menari-nari di depan ibu sambil mengenakan sepatu barunya. Sepatu baru itu pemberian kak eric, seorang Penyuluh Pertanian Lapang, yang juga mengajar bidang study Muatan Lokal Pertanian dan Bahasa Inggris di sekolahnya. Bukan saja Mewi yang mendapat sepasang sepatu baru, tetapi masih ada 22 anak lainnya mendapatkan masing-masing sepasang sepatu baru pula.
     Indah melirik sepasang sepatunya yang sudah tua, sepatu berbahan plastik datar dengan sedikit robekan di bagian belakangnya, di letakkan berdampingan dengan sepatu tua milik Mewi-disudut ruangan. Jika kak Eric melihat sepatuku itu, pastilah dia akan memberikan juga padaku sepasang sepatu baru, bisiknya dalam hati. Atau dia memberanikan diri saja untuk memintanya langsung pada kak Eric, oo tidak... itu bukan kebiasaannya untuk meminta-minta, indah menggelengkan kepalanya.
     Siang itu sangat panas, indah bersama teman seperjalanannya-sandra, sedang berjalan beriringan pulang ke rumahnya. Kedua gadis cilik ini berbagi segelas minuman yang telah di bekukan seharga lima ratus perak. Indah menengadah, membuka mulutnya untuk sekedar mencoba meneguk sedikit tetesan minuman dari gelas yang dipegang oleh sandra. Sepertinya segelas minuman itu punya si sandra. Tanpa mereka sadari, seorang wanita muda memperhatikan mereka dari kejauhan.
        “hei.. indah. Ayo mampir dulu!” sapa seseorang dari arah warung, indah berbalik, ternyata kak Eric. “Saya mau minta kamu menolong saya sebentar?” pinta kak Eric. Indah dan sandra menghentikan perjalanannya lalu ikut duduk di atas balai-balai di warung itu.
      Kak eric menyodorkan roti goreng, tetapi kedua anak itu saling pandang dan menggeleng kepalanya, “terimakasih kak!” kata indah mewakili.  “Ayo jangan malu-malu, makan mi. Nanti pi saya yang bayar.” Kembali kak Eric menawarkan. Mendengar kata ‘nanti pi saya yang bayar’, kedua bocah ini sangat girang lalu mengambil roti goreng dan memakannya. Kebetulan pada saat itu perut mereka sedari tadi sedang menyanyikan lagu keroncong, meminta untuk segera diisi. “begini indah, saya sudah mempunyai data anak-anak dusun  Alapan yang ber sekolah di sekolah jarak jauh. Sekarang saya ingin mengambil data anak-anak dusun Alapan yang bersekolah di SD induk. makanya itu saya perlu bantuan kamu. Siapa-siapa saja kah yang bersekolah di SD induk?” tanya kak Eric. 
Disela menikmati makanannya, indah menjawab dengan dialek setempat,” Dikelas lima ada Sambo, Andi, Andreas, Wahyudi, Yuyun dan si sandra ini. Sedang di kelas enam cuma ada ji Andri dan saya.”  Setelah menghabiskan kuenya, kak eric meminta ibu pemilik warung membungkuskan 4 potong roti goreng untuk indah. Dengan kaki berdebu tak berkaos kaki, dengan berjalan kaki, kedua gadis itu kembali melanjutkan perjalanannya  delapan kilometer lagi untuk mencapai rumah mereka. 
Setiap hari indah bersama teman-temannya harus menempuh perjalanan sejauh 6 hingga 10 kilometer untuk bisa bersekolah. Tak ada becak, ojek atau bis yang membawa anak-anak pedalaman seperti indah kesekolah. Karena jalan-jalan penghubung dusun sangat jelek dan masih dalam tahap perintisan jalan. Walau begitu indah dan teman-temannya tetap bersemangat, meskipun kaki-kaki mereka sering kali lecet karena menempuh perjalanan yang sangat jauh itu. Tetapi semangat mereka patut di contoh, walaupun kita mempunyai banyak keterbatasan namun tidak membatasi mereka untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Dua minggu berlalu, sepulang sekolah, saat indah hampir dekat dengan rumahnya. Disela nafasnya yang ngos-ngosan karena menanjaki lereng gunung Alapa. Indah melihat Mewi berlari menyambutnya sambil berteriak-teriak.
“Kakak Indah, ada titipan dari kak Eric buatmu!!!”
“apa mi itu??” tanya indah penasaran.
“kayaknya sepatu, tetapi masih dibungkus dalam dos. Ayo kita buka sama-sama?”  bergegas mewi dan indah berlarian menuju rumah. Lalu indah melihat bungkusan itu tergeletak diatas meja. Dengan tak sabar, indah membuka bungkusan itu dan mendapati sepasang sepatu kets baru didalamnya, indah sangat senang sekali. Lalu mata indah melihat ada sebuah pesan di balik kardus sepatu itu, dan membacanya :
Yang rajin kesekolah ya indah
Fighting !!!
Indah langsung mencoba sepatu barunya, lalu berputar-putar dan menari-nari. Dia sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan karena telah mengirim orang yang baik hati kepadanya. Seorang Penyuluh pertanian lapang (PPL)  tetapi peduli akan peningkatan mutu pendidikan anak-anak Bangsa yang berada di pedalaman.
Lalu indah pun berkata dengan nyaring, “ good bye kaki lecet!!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar